Cerita Pendek Adaptasi Puisi
Malaikat Tak Bersayap Ku
“Assalamualaikum, Ummi!”, ucap Syifa dengan riang sembari membuka pintu rumahnya.
“Waalaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh, sayang. Kamu sudah pulang, nak.”
“Sudah, Ummi.”
“Kalau begitu cepat berganti pakaian setelah itu Syifa tolong bantu Ummi di dapur ya.”
“Siap, Ummi!”
Begitulah kegiatan Assyifa Khairunnisa sehari-hari. Syifa pulang sekolah pukul 16.00 karena memang TK nya Full Day School. Sehabis pulang sekolah, tugasnya yaitu membantu Umminya di dapur untuk memasak hidangan makan malam. Terlebih lagi, jika itu hari Senin dan hari Kamis, Syifa harus ekstra membantu Ummi untuk menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa keluarganya. Meskipun gadis kecil berusia lima tahun itu belum ikut berpuasa, tapi dia selalu semangat untuk membantu Umminya. Selain itu, di hari libur, Syifa juga sering membersihkan rumah tanpa disuruh. Syifa untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak suka bergantung pada orang lain.
“Ummi, Ummi, tau tidak Syifa mendapatkan tugas rumah dari bu guru, lho.” ucap Syifa antusias.
“Tugas apa, sayang?” jawab Ummi juga antusias.
“Itu lho, Mi, Syifa disuruh tanya ke Abi atau Ummi arti nama Syifa. Soalnya, tadi waktu Syifa disuruh ke depan dan menjawab arti nama Syifa, Syifa tidak tahu.”
“Oh, begitu. Syifa mau Ummi kasih tau artinya?”
“Mau dong, Mi. Biar besok Syifa bisa menjawab pertanyaan bu guru.”
“Sayang, arti namamu itu sangat indah. Abi yang memberi nama itu sewaktu kamu bayi dulu. Assyifa Khairunnisa itu artinya wanita sebagai obat penawar adalah sebaik-baik wanita. Syifa paham?”
“Iya, Ummi. Jadi, Syifa bisa menjadi obat dikala Ummi sakit, begitu?”
“Iya, sayang. Kamu adalah obat bagi Ummi.” ucap Ummi sambil tersenyum hangat.
Sore ini, Syifa tidak ikut mobil antar-jemput sekolahnya melainkan dijemput oleh sang Abi.
“Mengapa hari ini Abi yang menjemput Syifa? Memang ada apa?” tanya Syifa penasaran.
“Siang tadi Ummi masuk rumah sakit karena penyakitnya kambuh lagi, sayang. Selalu doakan Ummi agar cepat sembuh ya, nak.”
“Iya, Abi. Itu pasti!”
Selama perjalanan, Syifa berbincang-bincang dengan Abinya. Dia bercerita tentang kegiatannya tadi di sekolah. Walaupun sebenarnya dia sedih Umminya masuk rumah sakit, tetapi kesedihan itu dia sembunyikan di balik wajah cerianya.
Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya Syifa dan Abi nya sampai di rumah sakit.
“Abi, ayo cepat! Aku tidak sabar ingin bertemu Ummi.” ucap Syifa sambil menarik-narik lengan Abinya. Abinya pun mengiyakan.
“Nak, itu ruangan Ummi ada di paling ujung.” ucap Abi sambil menunjuk ruangan paling ujung
Syifa pun langsung berlari menuju ruangan tersebut.
“Tok tok tok.. Assalamualaikum.” ucap Syifa lalu membuka pintu dengan pelan.
“Waalaikumsalam.” jawab Syila, kakak Syifa.
Sekarang, perasaan Syifa campur aduk antara senang dan sedih. Senang karena kakaknya sudah pulang setelah sebulan tidak pulang karena kuliah di luar kota dan sedih karena melihat Umminya terbaring lemas di ranjang rumah sakit.
“Kakak kapan pulangnya? Kok Syifa tidak tahu? Syifa rindu kakak.” ucap Syifa sambil memeluk kakaknya erat.
“Tadi pagi pukul 11.00 kakak sudah sampai rumah. Kakak juga rindu Syifa, ingin mencubit pipi Syifa yang seperti bakpao ini.” jawab Syila sembari mencubit pipi adiknya.
“Ummi masih tidur ya, kak?”
“Iya, Ummi fisiknya masih lemah jadi butuh istirahat.”
“Oh... Semoga Ummi cepat sembuh ya, aku akan selalu mendoakan Ummi.”
Sebelum waktu maghrib tiba, Syifa dan kakaknya pulang ke rumah sementara Abinya menjaga Ummi di rumah sakit.
Selama Umminya di rumah sakit, yang mengurus Syifa adalah kakaknya. Kebetulan, Syila sedang libur selama kurang lebih sebulan setelah melaksanakan UTS (Ujian Tengah Semester) kuliahnya.
Pagi ini, Syifa diantar kakaknya menuju sekolah yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya. Setelah sampai di sekolah, Syifa langsung turun dari mobil dan tak lupa berpamitan, mencium tangan kakaknya.
Seperti biasa, kegiatan Syifa di sekolah hanya bermain dan belajar materi dasar untuk bekal masuk SD. Namun, karena sekarang Syifa TK B-besar, jadi ada tambahan tugas dari guru, seperti menulis dan menggambar. Tambahan tugas tersebut, diberikan beberapa menit sebelum waktu pulang tiba.
“Anak-anak, tugas kalian di rumah kali ini adalah menulis arti ibu untuk kalian itu apa dan jangan lupa disertai gambar. Paham?”
“Paham ibu guru.” jawab anak-anak serempak.
Setelah membaca doa pulang, Syifa mencium tangan bu guru dan langsung berlari ke parkiran sekolah untuk mencari mobil kak Syila.
“Itu kak Syila! Kakak!” panggil Syifa sambil melambaikan tangan ke kak Syila dan berlari lagi menuju mobil.
Tak perlu menunggu lama, Syifa sudah berada di dalam mobil dan kakaknya langsung menyalakan mesin mobil dan melesat menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Syifa sangat senang karena Umminya tidak sedang istirahat. Jadi, dia dapat menceritakan semua kegiatannya selama Umminya tak ada di rumah.
“Ummi, Syifa dapat tugas lagi lho dari bu guru. Syifa senang dengan tugas ini karena Syifa disuruh untuk menggambar Ummi dan menulis arti Ummi buat Syifa. Oh iya, alhamdulillah tadi Syifa juga dapat nilai 100 di sekolah, ini buktinya!” jelas Syifa panjang lebar tak lupa menyodorkan kertas nilainya.
“Wah, anak Ummi hebat! Rajin-rajin terus belajar ya, sebentar lagi kan Syifa mau SD. Jangan lupa shalat juga.”
“Pasti, Bun! Ya sudah, Syifa mau mengerjakan tugas dulu ya, Bun.”
“Iya, nak.”
Syifa dengan senangnya mengerjakan tugasnya. Dia mulai menggambar Umminya.
“Arti Ummi buat aku apa, ya?” ucap Syifa pada diri sendiri.
“Eum... aku tau! Ummi itu segalanya bagiku. Ummi adalah sahabatku, dokter pribadiku, guruku, apa lagi ya? Pokoknya Ummi itu tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Yeay! Akhirnya tugas selesai.”
Syila hanya geleng-geleng kepala, sesekali tersenyum memperhatikan tingkah laku adiknya yang lucu.
“Ummi! Tugas Syifa sudah selesai, lihat ini bun!” ucap Syifa sambil menyodorkan tugasnya.
“Subhanallah, gambar dan tulisan kamu bagus sekali, nak.” ucap Ummi terharu seraya memeluk Syifa.
“Ummi, Ummi itu segalanya bagiku. Aku cinta Ummi selamanya karena Allah.”
“Syifa juga segalanya bagi Ummi dan Ummi selalu mencintai Syifa karena Allah.”
Selama beberapa minggu ini, Syifa selalu kesepian karena Umminya tak kunjung sembuh sehingga masih harus menetap di rumah sakit. Dia berharap semoga Umminya cepat sembuh dan bisa berkumpul bersama-sama lagi seperti dulu. Namun, beberapa hari belakangan ini, kondisi Umminya semakin memburuk. Syifa takut jika terjadi apa-apa dengan Ummi.
Hari ini, Syifa tak dapat mengunjungi Umminya tepat waktu seperti biasa karena TK nya mengadakan acara out bond. Dia sempat sedih karena hal itu, namun kakaknya berinisiatif mengajak adiknya berkunjung ke rumah sakit sebelum dia pergi out bond.
“Pagi, Ummi!”
“Pagi juga, sayang. Lho, Syifa tidak ikut out bond?”
“Ikut dong Ummi, tapi Syifa sedih kalau nanti telat menjenguk Ummi. Makanya, pagi ini kakak mengajak Syifa untuk menjenguk Ummi terlebih dahulu.” ucap Syifa memperlihatkan senyum manisnya.”Ummi pun ikut tersenyum.
“Syila, nanti waktu out bond tolong selalu awasi adik kamu ini ya.”
“Siap, Ummi!”
“Nanti, Syifa juga jangan bandel walaupun tidak ada Ummi. Jadi anak yang shalihah juga mandiri. Ingat selalu pesan Ummi, ya sayang.”
“Oke, Ummi! Kalau begitu, Syifa dengan kak Syila pamit dulu ya. Assalamualaikum.”
”Waalaikumsalam.”
Semenjak pagi tadi, Syifa memang mempunyai firasat yang tidak enak. Entah karena dia sakit atau yang lain. Syifa tak terlalu mempermasalahkan itu karena hari ini waktunya bersenang-senang bersama teman-temannya.
Waktu out bond pun telah usai. Syila pun langsung mengajak Syifa untuk bergegas menuju rumah sakit. Syifa mendadak curiga karena sikap kakaknya yang berubah semenjak pertengahan out bond tadi. Syifa sempat memperhatikan wajah kakaknya seperti orang habis menangis. Syifa takut jika dia bertanya, nanti malah akan mengganggu konsentrasi kakaknya menyetir dan dia memilih untuk diam.
Setelah sampai, Syila dan Syifa langsung menuju ruangan Ummi yang sudah dipenuhi beberapa saudaranya.
“Kak, mengapa banyak orang di depan ruangan Ummi?”
“Syifa, kamu yang sabar ya.”
Syifa tak paham maksud kakaknya mengatakan itu kepadanya dan dia memilih diam kembali sampai dia masuk ke ruangan Ummi.
“Assalamualaikum, Ummi!” ucapnya ceria sambil membuka pintu. Namun, ekspresi ceria tersebut mendadak berubah menjadi sebuah tangisan. Ia menangis karena terkejut Umminya sudah dtutupi kain putih. Setahu Syifa, kain putih itu merupakan pertanda orang sudah meninggal. Ia pun langsung berlari menuju ranjang Umminya dan memeluknya erat-erat.
Ia sadar, perasaan tak enaknya ternyata karena Umminya akan pergi meninggalkan Syifa untuk selama-lamanya.
“Syifa sayang, kamu harus bersabar karena ini semua adalah takdir Allah dan kamu harus menerimanya dengan ikhlas. Ummi sudah bahagia berada di surga-Nya, sayang.” ucap Abi memberi pengertian kepada Syifa.
“Ta..pi, yah.. Syi..fa ma..sih sayang Ummi.” ucap Syifa agak terbata karena menahan tangisnya.
“Syifa, adik kakak yang shalihah, jangan nangis terus ya, kalau Syifa nangis, nanti di surga Ummi juga pasti akan sedih.” tambah kakaknya sama-sama memberi pengertian.
“Iya kak, Syifa tidak akan menangis lagi karena Ummi akan selalu ada di dalam hati Syifa. Syifa akan selalu berdoa untuk Ummi. Syifa ingin bertemu Ummi besok di syurganya Allah, kak.” ucap Syifa yang mood nya sudah kembali membaik berkat pengertian yang diberikan oleh Abi dan kakaknya.
“Ummi, Ummi akan selalu ada di dalam hati Syifa,” ucap Syifa sambil memeluk Umminya sangat erat.
Komentar
Posting Komentar